SADIDA Bawaslu Sumedang Membahas DKPP Sebagai Lembaga Peradilan Etik
|
Sumedang, Bawaslu Kabupaten Sumedang melaksanakan kegiatan SADIDA (Safari Diskusi Daring), yang merupakan program unggulan Bawaslu Provinsi Jawa Barat. Kegiatan SADIDA ini upaya meningkatkan ilmu kepemiluan dan pengawasan atau sharing pengalaman menjadi pengawas pemilu. Tema SADIDA yakni Eksistensi DKPP sebagai lembaga peradilan etik, tujuannya supaya pemilu kedepannya menjadi berkualitas dengan hadirnya DKPP sebagai lembaga peradilan etik. (18/08/2021)
[caption id="attachment_910" align="alignleft" width="300"]
Pimpinan Bawaslu Kabupaten Sumedang Memaparkan Materi SADIDA Yang Diikuti Oleh Bawaslu Kabupate/Kota se-Jawa Barat, Rabu (18/08/2021)[/caption]
Kegiatan diskusi daring dihadiri oleh pimpinan Bawaslu Jawa Barat Lolly Suhenti, M.H dan diikuti oleh Bawaslu Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, juga dari Kabupaten Halmahera, Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Banten, dan Provinsi Maluku Utara. Kegiatan dibuka oleh ketua Bawaslu Kabupaten Sumedang, Dr. Dadang Priyatna, M.Si, menurutnya ;
"Kegiatan ini sebagai upaya mengetahui kewenangan dan fungsi dari tiap-tiap lembaga penyelenggara pemilu, karena masing-masing lembaga memiliki batasan dalam menjalankan tugas yang diatur oleh UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam UU Pemilu sudah disebutkan ada 3 lembaga penyelenggara pemilu yakni : KPU, Bawaslu dan DKPP. Berkaitan dengan tugas kode etik penyelenggara pemilu, apabila terdapat dugaan pelanggaran kode etik akan diperiksa dan diputus oleh DKPP." pungkasnya.
Tema ini sangat menarik karena tugas DKPP dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yakni memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran pemilu. Putusan DKPP setara dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat.
"Fungsi DKPP dengan demikian untuk menegakkan etik penyelenggara Pemilu, yang bertujuan untuk memastikan penyelenggara pemilu diselenggarakan dengan bermartabat dan proses yang bermartabat pula. Tetapi disisi lain eksistensi DKPP sebagai suatu peradilan etik menurut hukum digugat dan disangkal. Karena DKPP semata-mata hanya merupakan Badan Tata Usaha Negara, dan bukan Peradilan menurut Konstitusi. Karena eksistensi DKPP terutama putusannya, dipandang kontroversi melampaui kewenangan." pungkas Lolly Suhenti
Selama proses pilkada 2020 aduan yang masuk ke DKPP didominasi oleh Bawaslu Bawaslu Kabupaten/Kota, menurut Lolly ;
"Ini merupakan residu dari proses penyelenggaran pemilu, sehingga menjadi peringatan bagi para pengawas di Kabupaten/Kota atas kepuasan terhadap lembaga Bawaslu. Dan menjadi tantangan untuk kita jajaran Bawaslu bekerja secara profesional dan berintegritas. Sehingga adanya DKPP harus meningkatkan kinerja yang terbaik sehingga bisa dipertanggungjawabkan dan kepercayaan masyarakat terhadap Bawaslu akan meningkat." Tambah, Lolly Suhenti.
DKPP secara resmi dibentuk pada 12 Juni 2012 dan menjadi lembaga yang bersifat tetap, struktural kelembagaannya lebih profesional dan tugas, fungsi, kewenangan menjangkau seluruh jajaran penyelenggara pemilu. Menurut Ade Sunarya, S.Pd.,M.Pd ;
"Keanggotaan DKPP pasal 155 ayat (4) UU No. 7 tahun 2017 terdiri dari 7 orang, 1 orang ketua merangkap sekaligus menjadi anggota dan 6 orang sebagai anggota. Keanggotaan terdiri dari 4 unsur diantaranya KPU, Bawaslu, DPR, dan Pemerintah. Selain itu tugas DKPP yakni ; menerima aduan dan atau laporan adanya pelanggaran kode etik, dan melakukan penyelidikan dan verifikasi serta pemeriksaan atas aduan dan atau laporan dugaan pelanggaran pemilu." Ucap Ade Sunarya
Selanjutnya menurut Ade Sunarya dalam pemaparannya,
"Adapun sanksi menurut pasal 37 Peraturan DKPP No. 1 tahun 2021 yakni, teguran tertulis berupa (peringatan, peringatan keras, peringatan keras terakhir), pemberhentian sementara berupa (pemberhentian tetap, atau diaktifkan kembali), dan yang terakhir pemberhentian tetap, (berhenti dari koordinator divisi, jabatan ketua, atau anggota). Sehingga tujuan sanksi dari DKPP sebagai upaya menyelamatkan proses tahapan pemilu, memperbaiki tata kelola institusi penyelenggara pemilu, dan menyelamatkan kehormatan penyelenggara pemilu." lanjut Ade
Yang menjadi perhatian dan juga perdebatan oleh seluruh peserta diskusi yakni sifat putusan final dan mengikat DKPP, karena oleh ahli hukum atau pakar tata negara masih menjadi pembahasan, bahkan adanya upaya judicial review yang dilakukan oleh mantan ketua KPU. Disisi lain DKPP juga bukan merupakan peradilan sesuai konstitusi, hanya sebagai badan tata usaha negara.
Pimpinan Bawaslu Kabupaten Sumedang Memaparkan Materi SADIDA Yang Diikuti Oleh Bawaslu Kabupate/Kota se-Jawa Barat, Rabu (18/08/2021)[/caption]
Kegiatan diskusi daring dihadiri oleh pimpinan Bawaslu Jawa Barat Lolly Suhenti, M.H dan diikuti oleh Bawaslu Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, juga dari Kabupaten Halmahera, Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Banten, dan Provinsi Maluku Utara. Kegiatan dibuka oleh ketua Bawaslu Kabupaten Sumedang, Dr. Dadang Priyatna, M.Si, menurutnya ;
"Kegiatan ini sebagai upaya mengetahui kewenangan dan fungsi dari tiap-tiap lembaga penyelenggara pemilu, karena masing-masing lembaga memiliki batasan dalam menjalankan tugas yang diatur oleh UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam UU Pemilu sudah disebutkan ada 3 lembaga penyelenggara pemilu yakni : KPU, Bawaslu dan DKPP. Berkaitan dengan tugas kode etik penyelenggara pemilu, apabila terdapat dugaan pelanggaran kode etik akan diperiksa dan diputus oleh DKPP." pungkasnya.
Tema ini sangat menarik karena tugas DKPP dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yakni memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran pemilu. Putusan DKPP setara dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat.
"Fungsi DKPP dengan demikian untuk menegakkan etik penyelenggara Pemilu, yang bertujuan untuk memastikan penyelenggara pemilu diselenggarakan dengan bermartabat dan proses yang bermartabat pula. Tetapi disisi lain eksistensi DKPP sebagai suatu peradilan etik menurut hukum digugat dan disangkal. Karena DKPP semata-mata hanya merupakan Badan Tata Usaha Negara, dan bukan Peradilan menurut Konstitusi. Karena eksistensi DKPP terutama putusannya, dipandang kontroversi melampaui kewenangan." pungkas Lolly Suhenti
Selama proses pilkada 2020 aduan yang masuk ke DKPP didominasi oleh Bawaslu Bawaslu Kabupaten/Kota, menurut Lolly ;
"Ini merupakan residu dari proses penyelenggaran pemilu, sehingga menjadi peringatan bagi para pengawas di Kabupaten/Kota atas kepuasan terhadap lembaga Bawaslu. Dan menjadi tantangan untuk kita jajaran Bawaslu bekerja secara profesional dan berintegritas. Sehingga adanya DKPP harus meningkatkan kinerja yang terbaik sehingga bisa dipertanggungjawabkan dan kepercayaan masyarakat terhadap Bawaslu akan meningkat." Tambah, Lolly Suhenti.
DKPP secara resmi dibentuk pada 12 Juni 2012 dan menjadi lembaga yang bersifat tetap, struktural kelembagaannya lebih profesional dan tugas, fungsi, kewenangan menjangkau seluruh jajaran penyelenggara pemilu. Menurut Ade Sunarya, S.Pd.,M.Pd ;
"Keanggotaan DKPP pasal 155 ayat (4) UU No. 7 tahun 2017 terdiri dari 7 orang, 1 orang ketua merangkap sekaligus menjadi anggota dan 6 orang sebagai anggota. Keanggotaan terdiri dari 4 unsur diantaranya KPU, Bawaslu, DPR, dan Pemerintah. Selain itu tugas DKPP yakni ; menerima aduan dan atau laporan adanya pelanggaran kode etik, dan melakukan penyelidikan dan verifikasi serta pemeriksaan atas aduan dan atau laporan dugaan pelanggaran pemilu." Ucap Ade Sunarya
Selanjutnya menurut Ade Sunarya dalam pemaparannya,
"Adapun sanksi menurut pasal 37 Peraturan DKPP No. 1 tahun 2021 yakni, teguran tertulis berupa (peringatan, peringatan keras, peringatan keras terakhir), pemberhentian sementara berupa (pemberhentian tetap, atau diaktifkan kembali), dan yang terakhir pemberhentian tetap, (berhenti dari koordinator divisi, jabatan ketua, atau anggota). Sehingga tujuan sanksi dari DKPP sebagai upaya menyelamatkan proses tahapan pemilu, memperbaiki tata kelola institusi penyelenggara pemilu, dan menyelamatkan kehormatan penyelenggara pemilu." lanjut Ade
Yang menjadi perhatian dan juga perdebatan oleh seluruh peserta diskusi yakni sifat putusan final dan mengikat DKPP, karena oleh ahli hukum atau pakar tata negara masih menjadi pembahasan, bahkan adanya upaya judicial review yang dilakukan oleh mantan ketua KPU. Disisi lain DKPP juga bukan merupakan peradilan sesuai konstitusi, hanya sebagai badan tata usaha negara.Tag
Berita